Archive for September 2014
Pacuan Kuda Terbesar di Indonesia Timur Digelar di Sumbawa
Pacuan Kuda Terbesar di Indonesia Timur Digelar di Sumbawa
Sumbawa, PSnews – Pacuan kuda tradisonal Sumbawa atau yang kesohor disebut ‘main jaran’ akan digelar di kerato (gelanggang pacuan kuda – red) Desa Penyaring, Kecamatan Moyo Utara mulai 18 – 29 September 2013. Pacuan kuda yang menggunakan joki cilik ini akan diikuti peserta dari berbagai daerah, di antaranya, Kabupaten/Kota Bima, Kabupaten Dompu, Kabupaten Sumbawa Barat (KSB), Provinsi NTT, Bali, Sulawesi Utara dan Kalimantan Selatan.Penyelenggara kegiatan pacuan kuda, DR Zulkieflimansyah menargetkan, ajang perlombaan ini dapat diikuti seribu peserta. “Semuan peserta memakai joki cilik. Aturannya sama seperti di Bima dan Lombok. Kelas kuda ada macam-macam. TK a, TK b, 0a, 0b, Harapan A, Harapan B, Tunas A, Tunas B, Tunas C, Dewasa A, Dewasa B, Dewasa C, Dewasa D, Dewasa E,” papar DR Zul melalui blackberry massanger Jum’at (13/9/2013).
Untuk kelas Dewasa E, kata DR Zul, menggunakan jenis kuda-kuda yang berukuran besar dari luar negeri. Sedangkan kelas lainnya menggunakan kuda jenis lokal. Adapun panjang sirkuit sekitar 1.300 meter.
Sementara hadiah yang diperebutkan cukup banyak, antara lain, Piala Menteri PDT, Piala Dahlan Iskan, Piala Gubernur NTB, Wagub NTB, Bupati Sumbawa dan lain-lain.
Menurutnya, ajang ini merupakan bagian dari even Festival Moyo. “Sebenarnya kegiatan ini sudah dilaksanakan mulai April kemarin. Jadi di sirkuit kita (Kerato Penyaring – red) dilaksanakan sebanyak 2 kali dalam setahun, yakni setiap bulan Mei dan September,” jelas DR Zul yang juga sebagai anggota DPR RI ini. (PSa)
GAMBAR dan NAMA BAJU ADAT TRADISIONAL DAERAH SUKU DI 33 PROVINSI
GAMBAR dan NAMA BAJU ADAT TRADISIONAL DAERAH SUKU DI 33 PROVINSI
Baju Adat
Baju Adat Tradisional Indonesia
– Indonesia merupakan negara yang sangat kaya akan budaya.
Masing-masing suku yang tersebar di 33 provinsi yang ada di Indonesia
memiliki ciri khas masing-masing terhadap budaya yang mereka anut
seperti adanya perbedaan dalam Baju adat, tari tradisonal dan rumah adat.
Baju adat atau yang biasa disebut
pakaian tradisional dari masing-masing provinsi ini memiliki suatu
cerita masing-masing dan tersendiri, namun disini saya hanya akan memberikan nama-nama
pakaian adat nusantara beserta gambarnya masing-masing. Artikel ini saya
susun berdasarkan hasil pencarian yang saya lakukan di google.co.id.
Apabila ada kesalahan, mohon kiranya ada dari para pembaca untuk
mengkoreksi artikel ini melalui komentar yang ada dibawah ini.
Dibawah ini Anda dapat melihat berbagai
nama-nama baju adat Indonesia yang tersebar di 33 provinsi yang ada
di seluruh nusantara.
Pakaian Adat Aceh
Pakaian tradisional aceh biasa disebut Ulee Balang. Pakaian tersebut biasanya digunakan oleh para raja dan keluarganya.
PAKAIAN ADAT SUMATERA UTARA
Pakaian tradisional Sumatera Utara biasa
disebut dengan Ulos. Pakaian adat Ulos dianggap oleh masyarakat suku
Batak Karo sebagai ajimat yang mempunyai daya magis tertentu.
Traditional clothing of North Sumatra, often referred to Ulos. Ulos custom clothing, is considered by society to have supernatural powers Karo Batak tribe, which has a certain magical power.
PAKAIAN ADAT SUMATERA BARAT
Pakaian tradisional Sumatera Barat di
bagi menjadi 2 yaitu Pakaian Penghulu dan Pakaian Adat Bundo Kanduang
yang terdapat di daerah Minangkabau Sumatra Barat.
PAKAIAN ADAT RIAU
Pakaian Adat di Riau biasa disebut
dengan Pakaian Tradisional Melayu. Ada 3 macam Pakaian Adat Melayu yang
ada di Riau, tergantung dari daerah tersebut.
Traditional clothes in Riau commonly called the Malay Traditional Clothes. There are three kinds of clothing at Adat Melayu Riau, depending on the local area
PAKAIAN ADAT JAMBI
Pakaian tradisional Jambi seperti yang
ada di daerah Pulau Sumatera yang lain, juga disebut dengan pakaian Adat
Melayu. Pakaian adat melayu Jambi biasanya lebih mewah daripada pakaian
yang digunakan sehari-hari karena disulam dengan benang emas dan
dihiasi dengan berbagai hiasan untuk kelengkapannya.
Jambi traditional clothing, like the other island of Sumatra, also called Traditional Malay dress. Jambi Malay traditional clothes, more luxurious than the clothes that are used daily for embroidered with gold thread and decorated with various ornaments for completeness
PAKAIAN ADAT SUMATERA SELATAN
Pakaian tradisional masyarakat Sumatera
Selatan biasa disebut dengan nama Aaesan Gede. Baju adat ini
terinspirasi dari zaman kerajaan Sriwijaya yang dulunya berjaya di
daerah Sumatera Selatan.
The traditional dress of South Sumatra called Aaesan Gede. These traditional dresses, inspired from the time of Srivijaya kingdom, once victorious in South Sumatra.
PAKAIAN ADAT BENGKULU
PAKAIAN ADAT LAMPUNG
Pakaian tradisional Lampung biasanya di
dominasi oleh warna putih dengan diselingi motif warna merah dan kuning
keemasan sehingga terkesan putih bersih namun tetap terlihat elegan.
Traditional clothing Lampung, is dominated by white color motif punctuated by red and golden yellow color giving the impression of pure white, but still look elegant.
PAKAIAN ADAT BANGKA BELITUNG
Pakaian pengantin tradisional Bangka
Belitung biasa disebut dengan nama “Paksian”. Pengantin perempuan
biasanya memakai baju kurung berwarna merah yang berbahan kain sutra.
Kepala mempelai wanita biasanya memakai mahkota yang biasa disebut
dengan nama Paksian. Sedangkan pengantin pria menggunakan Sorban atau
yang biasa disebut masyarakat Bangka Belitung sebagai Sungkon.
Traditional wedding clothes Bangka Belitung commonly called by the name "Paksian". The bride, wearing a red brackets, with silk fabric. The bride's head wearing a crown which is called by the name Paksian. While using a turban or a groom who is called by the Bangka Belitung as Sungkon.
PAKAIAN ADAT DI JAKARTA
Pakaian tradisional Jakarta biasa
disebut dengan nama Pakaian Adat Betawi yang dipengaruhi dari berbagai
corak masyarakat Jakarta yang sangat beragam diantaranya dipengaruhi
oleh budaya Arab, China, Melayu dan Budaya Barat.
Jakarta traditional clothing, often referred to as the Betawi Traditional Clothing, which influenced the people of various shades of Jakarta, which is very diverse, including culture influenced by Arab, Chinese, Malay and Western Culture.
PAKAIAN ADAT JAWA BARAT
PAKAIAN ADAT JAWA TENGAH
PAKAIAN ADAT JAWA TIMUR
PAKAIAN ADAT DI YOGYAKARTA
PAKAIAN ADAT BANTEN
PAKAIAN ADAT BALI
Pakaian Adat Nusa Tenggara Timur NTT
Pakaian Adat Nusa Tenggara Barat NTB
Pakaian Adat Kalimantan Barat
Pakaian Adat Kalimantan Tengah
Pakaian Adat Kalimantan Timur
Pakaian Adat Sulawesi Utara
Pakaian Adat Sulawesi Tengah
Pakaian Adat Sulawesi Selatan
Pakaian Adat Sulawesi Tenggara
Pakaian Adat Gorontalo
Pakaian Adat Maluku
Pakaian Adat Maluku Utara
Pakaian Adat Papua
Pakaian Adat Papua Barat
Gambar gambar diatas adalah gambar baju adat daerah yang
ada di Indonesia. Jika Anda ingin menambahkan, silakan lewat kotak
komentar yang ada dibawah ini. Saya mohon maaf apabila ada kekurangan, salam
dan selamat membaca artikel Pakaian Adat Tradisional Indonesia.
PUPUTAN MARGARANA,PERANG HEBAT DI PULAU DEWATA
PUPUTAN MARGARANA,PERANG HEBAT DI PULAU DEWATA
Puputan adalah tradisi perang masyarakat Bali. Puputan berasal dari kata puput. Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia kata puput bermakna terlepas dan tanggal. Adapun yang dimaksud dengan kata puputan versi pribumi bali adalah perang sampai nyawa lepas atau tanggal dari badan. Dapat dikatakan kalau puputan adalah perang sampai game over atau titik darahterakhir. Istilah Margarana diambil dari lokasi pertempuran hebat yang saat itu berlangsung di daerah Marga, Tababan-Bali. Menurut sejarah, ada sejumlah puputan yang meletus di Bali. Namun, yang terkenal dan termasuk hebat, terdapat sekitar dua puputan. Pertama, Puputan Jagaraga yang dipimpin oleh Kerajaan Buleleng melawan imprealis Belanda. Strategi puputan yang diterapkan ketika itu adalah sistem tawan karang dengan menyita transportasi laut imprealis Belanda yang bersandar ke pelabuhan Buleleng. Kedua, puputan Margarana yang berpusat di Desa Adeng, Kecamatan Marga, Tababan, Bali. Tokoh perang ini adalah Letnan Kolonel I Gusti Ngurah Rai. I Gusti Ngurah Rai dilahirkan di Desa Carangsari, Kabupaten Badung, Bali, 30 Januari 1917. Puputan Margarana dianggap banyak pihak sebagai perang sengit yang pernah bergulir di Pulau Dewata, Bali. Terdahap beberapa versi yang melatarbelakangi meledaknya Puputan Margarana. Namun, jika kembali membalik lembaran sejarah Indonesia, maka dapat ditarik sebuah benang merah bahwa perang ini terjadi akibat ketidakpuasan yang lahir pasca Perjanjian Linggarjati. Perundingan itu terjadi pada 15 November 1946, antara Belanda dan pemerintahan Indonesia. Salah satu poin Linggarjati membuat hati rakyat Bali terasa tercabik hatinya adalah tidak masuknya daerah Bali menjadi bagian dari daerah teritorial Indonesia. Linggar jadi sangat menguntungkan Belanda. Melalui Linggarjati Belanda hanya mengakui Sumatera, Jawa dan Madura sebagai wilayah teritorial Indonesia secara de facto, sementara tidak untuk pulau seribu idaman, Dewata, Bali. Niat menjadikan bali sebagai Negara Indonesia Timur, Belanda menambah kekuatan militernya untuk menacapkan kuku imprealis lebih dalam di Bali. Pasca Linggarjati sejumlah kapal banyak mendarat di pelabuah lepas pantai Baling. Ini juga barangkali yang menyebabkan meletusnya Puputan Jagarana yang dipimpin oleh Kerajaan Buleleng. Keadaan ini membuat suhu perpolitikan dalam negeri sedikit tidak stabil, goyah Sebagian pihak menilai perjanjian Linggarjati merugikan RI. Rakyat bali kecewa karena berhak menjadi bagian dari kesatuan RI. I Gusti Ngurah Rai yang saat itu menjabat sebagai Komandan Resiman Nusa Tenggara ‘digoda’ oleh Belanda. Sejumlah tawaran menggiurkan disodorkan untuk meluluhkan hati Sang Kolonel agar membentuk Negara Indonesia Timur. Gusti Ngurah Rai yang saat itu berusia 29 tahun lebih memilih Indonesia sebagai Tanah Airnya. Alur Puputan Margarana bermula dari perintah I Gusti Ngurah Rai kepada pasukan Ciung Wanara untuk melucuti persenjata polisi Nica yang menduduki Kota Tabanan. Perintah yang keluar sekitar pertengahan November 1946, baru berhasil mulus dilaksakan tiga hari kemudian. Puluhan senjata lengkap dengan alterinya berhasil direbut oleh pasukan Ciung Wanara. Pasca pelucutan senjata Nica, semua pasukan khusus Gusti Ngurah Rai kembali dengan penuh bangga ke Desa Adeng-Marga. Perebutan sejumlah senjata api pada malam 18 November 1946 telah membakar kemarahan Belanda. Belanda mengumpulkan sejumlah informasi guna mendeteksi peristiwa misterius malam itu. Tidak lama, Belanda pun menyusun strategi penyerangan. Tampaknya tidak mau kecolongan kedua kalinya, pagi-pagi buta dua hari pasca peristiwa itu (20 November 1946) Belanda mulai mengisolasi Desa Adeng, Marga. Batalion Ciung Wanara pagi itu memang tengah mengadakan longmarch ke Gunung Agung, ujung timur Pulau Bali. Selain penjagaan, patroli juga untuk melihat sejuah mana aktivitas Belanda. Tidak berselang lama setelah matahari menyinsing (sekitar pukul 09.00-10.00 WIT), pasukan Ciung Wanara baru sadar kalau perjalanan mereka sudah diawasi dan dikepung oleh serdadu Belanda. Melihat kondisi yang cukup mengkhawatirkan ketika itu, pasukan Ciung Wanara memilih untuk bertahanan di sekitar perkebunan di daerah perbukitan Gunung Agung. Benar saja, tiba-tiba rentetan serangan bruntun mengarah ke pasukan Ciung Wanara. I Gusti Ngurah Rai saat itu memang sudah gerah dengan tindak-tanduk Belanda mengobarkan api perlawanan. Aksi tembak-menembak pun tak terelakkan. Pagi yang tenang seketika berubah menjadi pertempuran yang menggemparkan sekaligus mendebarkan. Ciung Wanara saat ini memang cukup terkejut, sebab tidak mengira akan terjadi pertempuran hebat semacam itu. Letupan senjata terdengar di segala sisi daerah marga. Pasukan Indische Civil Administration (NICA) bentukan Belanda, yang merasa sangat merasa terhina dengan peristiwa malam itu sangat ambisius dan brutal mengemur Desa Marga dari berbagai arah. Serangan hebat pagi itu tak kunjung membuat Ciung Wanara dan Gusti Ngurah Rai Menyerah. Serangan balik dan terarah membuah Belanda kewalahan. Sederetan pasukan lapis pertama Belanda pun tewas dengan tragis. Strategi perang yang digunakan Gusti Ngurah Rai saat itu tidak begitu jelas. Namun, kobaran semangat juang begitu terasa. Pantang menyerah, biarlah gugur di medan perang, menjadi prinsip mendarah daging di tubuh pasukan Gusti Ngurah Rai. Seketika itu, kebun jagung dan palawija berubah menjadi genosida manusia. Ada yang menyebutkan, saat itulah Gusti Ngurah Rai menerapkan puputan, atau prinsip perang habis-habisan hingga nyawa melayang. Demi pemberangusan Desa Marga, Belanda terpaksa meminta semua militer di daerah Bali untuk datang membantu. Belanda juga mengerahkan sejulah pesawat tempur untuk membom-bardir kota Marga. Kawasan marga yang permai berganti kepulan asap, dan bau darah terbakar akibat seranga udara Belannda. Perang sengit di Desa Marga berakhir dengan gugurnya Gusti Ngurah Rai dan semua pasukannya. Puputan Margarana menyebabkan sekitar 96 gugur sebagai pahlawan bangsa, sementara di pihak Belanda, lebih kurang sekitar 400 orang tewas. Mengenang perperangan hebat di desa Marga maka didirikan sebuah Tuguh Pahlawan Taman Pujaan Bangsa. Tanggal 20 November 1946 juga dijadikan hari perang Puputan Margarana. Perang ini tercatat sebagai salah satu perang hebat di Pulau Dewata dan Indonesia.
Puputan adalah tradisi perang masyarakat Bali. Puputan berasal dari kata puput. Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia kata puput bermakna terlepas dan tanggal. Adapun yang dimaksud dengan kata puputan versi pribumi bali adalah perang sampai nyawa lepas atau tanggal dari badan. Dapat dikatakan kalau puputan adalah perang sampai game over atau titik darahterakhir. Istilah Margarana diambil dari lokasi pertempuran hebat yang saat itu berlangsung di daerah Marga, Tababan-Bali. Menurut sejarah, ada sejumlah puputan yang meletus di Bali. Namun, yang terkenal dan termasuk hebat, terdapat sekitar dua puputan. Pertama, Puputan Jagaraga yang dipimpin oleh Kerajaan Buleleng melawan imprealis Belanda. Strategi puputan yang diterapkan ketika itu adalah sistem tawan karang dengan menyita transportasi laut imprealis Belanda yang bersandar ke pelabuhan Buleleng. Kedua, puputan Margarana yang berpusat di Desa Adeng, Kecamatan Marga, Tababan, Bali. Tokoh perang ini adalah Letnan Kolonel I Gusti Ngurah Rai. I Gusti Ngurah Rai dilahirkan di Desa Carangsari, Kabupaten Badung, Bali, 30 Januari 1917. Puputan Margarana dianggap banyak pihak sebagai perang sengit yang pernah bergulir di Pulau Dewata, Bali. Terdahap beberapa versi yang melatarbelakangi meledaknya Puputan Margarana. Namun, jika kembali membalik lembaran sejarah Indonesia, maka dapat ditarik sebuah benang merah bahwa perang ini terjadi akibat ketidakpuasan yang lahir pasca Perjanjian Linggarjati. Perundingan itu terjadi pada 15 November 1946, antara Belanda dan pemerintahan Indonesia. Salah satu poin Linggarjati membuat hati rakyat Bali terasa tercabik hatinya adalah tidak masuknya daerah Bali menjadi bagian dari daerah teritorial Indonesia. Linggar jadi sangat menguntungkan Belanda. Melalui Linggarjati Belanda hanya mengakui Sumatera, Jawa dan Madura sebagai wilayah teritorial Indonesia secara de facto, sementara tidak untuk pulau seribu idaman, Dewata, Bali. Niat menjadikan bali sebagai Negara Indonesia Timur, Belanda menambah kekuatan militernya untuk menacapkan kuku imprealis lebih dalam di Bali. Pasca Linggarjati sejumlah kapal banyak mendarat di pelabuah lepas pantai Baling. Ini juga barangkali yang menyebabkan meletusnya Puputan Jagarana yang dipimpin oleh Kerajaan Buleleng. Keadaan ini membuat suhu perpolitikan dalam negeri sedikit tidak stabil, goyah Sebagian pihak menilai perjanjian Linggarjati merugikan RI. Rakyat bali kecewa karena berhak menjadi bagian dari kesatuan RI. I Gusti Ngurah Rai yang saat itu menjabat sebagai Komandan Resiman Nusa Tenggara ‘digoda’ oleh Belanda. Sejumlah tawaran menggiurkan disodorkan untuk meluluhkan hati Sang Kolonel agar membentuk Negara Indonesia Timur. Gusti Ngurah Rai yang saat itu berusia 29 tahun lebih memilih Indonesia sebagai Tanah Airnya. Alur Puputan Margarana bermula dari perintah I Gusti Ngurah Rai kepada pasukan Ciung Wanara untuk melucuti persenjata polisi Nica yang menduduki Kota Tabanan. Perintah yang keluar sekitar pertengahan November 1946, baru berhasil mulus dilaksakan tiga hari kemudian. Puluhan senjata lengkap dengan alterinya berhasil direbut oleh pasukan Ciung Wanara. Pasca pelucutan senjata Nica, semua pasukan khusus Gusti Ngurah Rai kembali dengan penuh bangga ke Desa Adeng-Marga. Perebutan sejumlah senjata api pada malam 18 November 1946 telah membakar kemarahan Belanda. Belanda mengumpulkan sejumlah informasi guna mendeteksi peristiwa misterius malam itu. Tidak lama, Belanda pun menyusun strategi penyerangan. Tampaknya tidak mau kecolongan kedua kalinya, pagi-pagi buta dua hari pasca peristiwa itu (20 November 1946) Belanda mulai mengisolasi Desa Adeng, Marga. Batalion Ciung Wanara pagi itu memang tengah mengadakan longmarch ke Gunung Agung, ujung timur Pulau Bali. Selain penjagaan, patroli juga untuk melihat sejuah mana aktivitas Belanda. Tidak berselang lama setelah matahari menyinsing (sekitar pukul 09.00-10.00 WIT), pasukan Ciung Wanara baru sadar kalau perjalanan mereka sudah diawasi dan dikepung oleh serdadu Belanda. Melihat kondisi yang cukup mengkhawatirkan ketika itu, pasukan Ciung Wanara memilih untuk bertahanan di sekitar perkebunan di daerah perbukitan Gunung Agung. Benar saja, tiba-tiba rentetan serangan bruntun mengarah ke pasukan Ciung Wanara. I Gusti Ngurah Rai saat itu memang sudah gerah dengan tindak-tanduk Belanda mengobarkan api perlawanan. Aksi tembak-menembak pun tak terelakkan. Pagi yang tenang seketika berubah menjadi pertempuran yang menggemparkan sekaligus mendebarkan. Ciung Wanara saat ini memang cukup terkejut, sebab tidak mengira akan terjadi pertempuran hebat semacam itu. Letupan senjata terdengar di segala sisi daerah marga. Pasukan Indische Civil Administration (NICA) bentukan Belanda, yang merasa sangat merasa terhina dengan peristiwa malam itu sangat ambisius dan brutal mengemur Desa Marga dari berbagai arah. Serangan hebat pagi itu tak kunjung membuat Ciung Wanara dan Gusti Ngurah Rai Menyerah. Serangan balik dan terarah membuah Belanda kewalahan. Sederetan pasukan lapis pertama Belanda pun tewas dengan tragis. Strategi perang yang digunakan Gusti Ngurah Rai saat itu tidak begitu jelas. Namun, kobaran semangat juang begitu terasa. Pantang menyerah, biarlah gugur di medan perang, menjadi prinsip mendarah daging di tubuh pasukan Gusti Ngurah Rai. Seketika itu, kebun jagung dan palawija berubah menjadi genosida manusia. Ada yang menyebutkan, saat itulah Gusti Ngurah Rai menerapkan puputan, atau prinsip perang habis-habisan hingga nyawa melayang. Demi pemberangusan Desa Marga, Belanda terpaksa meminta semua militer di daerah Bali untuk datang membantu. Belanda juga mengerahkan sejulah pesawat tempur untuk membom-bardir kota Marga. Kawasan marga yang permai berganti kepulan asap, dan bau darah terbakar akibat seranga udara Belannda. Perang sengit di Desa Marga berakhir dengan gugurnya Gusti Ngurah Rai dan semua pasukannya. Puputan Margarana menyebabkan sekitar 96 gugur sebagai pahlawan bangsa, sementara di pihak Belanda, lebih kurang sekitar 400 orang tewas. Mengenang perperangan hebat di desa Marga maka didirikan sebuah Tuguh Pahlawan Taman Pujaan Bangsa. Tanggal 20 November 1946 juga dijadikan hari perang Puputan Margarana. Perang ini tercatat sebagai salah satu perang hebat di Pulau Dewata dan Indonesia.
SEJARAH UANG RUPIAH
Kita semua pasti sudah tahu bahwa mata uang Indonesia adalah Rupiah. Tapi saya yakin masih banyak diantara kita yang belum mengetahui sejarahnya.
Sejarah mata uang kita memang tidak tercatat dengan sempurna, namun ada
beberapa bagian yang patut kita ketahui, seperti yang ditulis di
Wikipedia Indonesia dan Banknotes.com, yang dibagi dalam dua periode, yaitu periode ORI dan Rupiah.
Presiden Soekarno menjadi tokoh yang paling sering tampil dalam desain uang kertas ORI dan uang kertas Seri ORI II yang terbit di Jogjakarta pada 1 Januari 1947, Seri ORI III di Jogjakarta pada 26 Juli 1947, Seri ORI Baru di Jogjakarta pada 17 Agustus 1949, dan Seri Republik Indonesia Serikat (RIS) di Jakarta pada 1 Januari 1950.
Meski masa peredaran ORI cukup singkat, namun ORI telah diterima di seluruh wilayah Republik Indonesia dan ikut menggelorakan semangat perlawanan terhadap penjajah. Pada Mei 1946, saat suasana di Jakarta genting, maka Pemerintah RI memutuskan untuk melanjutkan pencetakan ORI di daerah pedalaman, seperti di Jogjakarta, Surakarta dan Malang.
Nama rupiah pertama kali digunakan secara resmi dengan dikeluarkannya mata uang rupiah jaman pendudukan Dai Nippon pada Perang Dunia II. Setelah perang selesai, Bank Jawa, pelopor Bank Indonesia, mengeluarkan Rupiah. Sedangkan Tentara Sekutu mengeluarkan Gulden Nica.
Sementara itu di daerah-daerah lain di di daerah yang sekarang disebut Indonesia, banyak beredar uang yang bertalian dengan aktivitas gerilya.
Pada tanggal 2 November 1949 rupiah ditetapkan sebagai mata uang nasional. Di daerah kepulauan Riau dan Papua, kala itu masih digunakan mata uang lain. Baru pada tahun 1964 dan 1971 rupiah digunakan di sana.
Di daerah Timor Timur, saat masih bergabung dengan Republik Indonesia, rupiah digunakan dari tahun 1976 – 2001.
1. ORI 1 (Tahun 1945)
Resmi beredar pada 30 Oktober 1946. ORI tampil dalam bentuk uang kertas dengan 8 pecahan, yaitu bernominal 1 sen, 5 sen, 10 sen, 1/2 rupiah, 1 rupiah, 5 rupiah, 10 rupiah, 100 rupiah.
ORI ditandatangani Menteri Keuangan saaat itu A.A Maramis. Pada hari itu juga dinyatakan bahwa uang Jepang dan uang Javasche Bank tidak berlaku lagi. ORI pertama dicetak Percetakan Canisius dengan desain sederhana dengan dua warna dan memakai pengaman serat halus.
1. Pecahan 1 Sen
Pecahan ini tidak memiliki nomor seri dan mempunyai dua variasi warna dasar yaitu violet dan hijau.
2. Pecahan 5 Sen
Pecahan ini juga tidak mempunyai nomor seri, dan terdiri dari 3 variasi yaitu:
1. Gambar banteng samar-samar dengan dasar warna violet
2. Gambar banteng samar-samar dengan tepi/bingkai berwarna biru kehitaman
3. Gambar banteng tajam
3. Pecahan 10 Sen
Seperti pecahan-pecahan sebelumnya, pecahan 10 sen ini juga tidak memiliki nomor seri. Terdapat sekitar dua variasi warna yaitu coklat dan hitam.
Untuk lebih jelas membedakan warnanya lebih mudah bila dilihat dari sisi belakang.
4. Pecahan 1/2 Rupiah
Pecahan ini dan seterusnya sudah memiliki nomor seri. Terdapat dua variasi warna dasar yaitu orange dan merah muda.
5. Pecahan 1 Rupiah
Semua pecahan ORI I mulai dari satu rupiah sampai dengan 100 rupiah di bagian depan bergambar presiden Sukarno. Pecahan 1 rupiah ini relatif mudah ditemukan dan tidak mempunyai nilai jual yang tinggi.
Beberapa variasi nomor seri yang ditemukan pada pecahan ini diantaranya adalah:
Mempunyai gambar yang sangat mirip dengan pecahan 5 rupiah ORI II, tetapi berbeda dalam tanda tangan dan peletakan nomor seri. Cukup sulit ditemukan dalam kondisi sempurna. Dan terdapat 2 variasi nomor seri yaitu 2 huruf besar dan 3 huruf.
7. Pecahan 10 Rupiah
Juga mempunyai gambar yang sangat mirip dengan pecahan 10 rupiah ORI II, perbedaan hanya pada tanda tangan. Pecahan ini memiliki setidaknya 6 variasi nomor seri dan semuanya terletak pada macam hurufnya.
8. Pecahan 100 Rupiah
Merupakan pecahan terbesar dari seri ORI I, bergambar presiden Sukarno dan keris di bagian depan serta angka 100 besar di bagain belakang. Pecahan ini mirip sekali dengan pecahan yang sama dari seri ORI II tetapi berbeda dalam tanggal percetakan dan tanda tangan. Pecahan 100 ini sangat sulit dicari yang berkondisi baik sehingga tidak heran harganya sangat tinggi.
2. ORI 2 (Tahun 1947)
ORI II hanya mempunyai 4 pecahan, yaitu 5, 10, 25 dan 100 rupiah.
Tiga diantaranya yaitu pecahan 5, 10 dan 100 rupiah mempunyai bentuk
yang sama dengan ORI I. Hanya pecahan 25 rupiah saja yang berbeda. Semua
pecahan bertanggal Djokjakarta 1 Djanuari 1947 dan ditandatangani oleh
Mr. Sjafruddin Prawiranegara.
Uang-uang seri ini tidak mempunyai pengaman yang baik, hanya kualitas kertas dan rahasia pada kode kontrol nomor seri saja yang membedakan apakah uang ini asli atau palsu.
1. Pecahan 5 Rupiah
2. 6 angka 2 huruf 4-4 mm
3. 6 angka 3 huruf 4-4-2 mm
2. Pecahan 10 Rupiah
Bentuk dan warnanya sangat mirip dengan ORI I sehingga sering keliru. Terdapat dua variasi nomor seri, yaitu :
1. 6 angka 3 huruf 4-4-2 mm
2. 6 angka 2 huruf 4-4 mm
3. Pecahan 25 Rupiah
Pecahan ini cukup sukar dicari terutama dalam kondisi bagusnya. Harga jualnya juga lumayan tinggi. Terdapat beberapa variasi nomor seri, diantaranya adalah:
1. 2 huruf tebal 5-2 mm
2. 2 huruf tebal 5-5 mm
3. 2 huruf serif 4-4 mm
4. Pecahan 100 Rupiah
Bandingkan pecahan ini dengan pecahan yang sama dari seri ORI I, mirip sekali bukan? Harga pecahan 100 rupiah yang berkondisi baik lumayan cukup tinggi. Pecahan 100 ini mempunyai variasi nomor seri sbb :
1. 2 huruf tebal 4-2 mm (lihat contoh pada gambar di bawah)
2. 2 huruf tebal 4-4 mm
3. 2 huruf serif 4-2 mm (lihat contoh pada gambar di bawah)
4. 2 huruf serif 4-4 mm
1. Pecahan 1/2 Rupiah
Berwarna merah-orange di bagain depan dan coklat di bagian belakang. Terdapat versi palsunya yang umumnya berwarna hitam walaupun ada juga yang berwarna orange. Cukup sukar dibedakan apalagi oleh orang awam.
2. Pecahan 2,5 Rupiah
Berwarna ungu tua, bernilai jual sekitar 50-100 ribu rupiah perlembar. Juga terdapat versi palsunya yang berwarna merah dan coklat muda. Membedakannya selain dari warna juga perhatikan bentuk nomor serinya.
3. Pecahan 25 Rupiah
Pecahan ini mirip sekali dengan pecahan 25 rupiah seri ORI II, tetapi nomor serinya tercetak SDX 1 dan warnanya hijau. Banyak sekali ditemukan versi palsunya. Harga perlembar sekitar 50 ribu rupiah. Sukar dibedakan dengan aslinya apalagi bila tidak ada pembanding.
4. Pecahan 50 Rupiah
Cukup sulit ditemukan, dan bernilai jual cukup tinggi.
5. Pecahan 100 Rupiah
Sangat banyak ditemukan versi palsunya dan mungkin lebih banyak daripada aslinya.
6. Pecahan 100 Maramis
Disebut demikian karena bentuknya mirip sekali dengan pecahan 100 rupiah Hatta di seri ORI IV, tetapi berbeda tanda tangan. Selain itu perbedaan juga pada warna nomor seri dan tentu saja harganya. Pecahan ini adalah yang terlangka dan termahal nomor dua setelah pecahan 600 rupiah.
7. Pecahan 250 Rupiah
Pecahan ini adalah pecahan dengan nominal terbesar di seri ORI III dan cukup sulit ditemukan, apalagi dalam kondisi sempurna.
Pecahan ini ditemukan secara tidak sengaja dan terdiri dari satu lembar besar berisi 12 lembar uang ini dalam bentuk yang belum terpotong. Tercetak hanya pada satu sisi. Kemudian lembar besar tersebut dipotong2 menjadi 12 lembar dengan komposisi 6 lembar memiliki tepi (margin) yang bertulisan ENR dan 6 lembar tidak memiliki tepi. Karena hanya terdiri dari 12 lembar maka ORI 600 bernilai sangat mahal dan hampir tidak pernah beredar di pasaran. Pada lelang terakhir uang ini bernilai sekitar Rp. 35 juta rupiah perlembar. Karena langka dan mahal tentu saja banyak versi palsunya.
Pecahan ORI 600 rupiah tanpa margin
Pecahan ORI 600 rupiah dengan margin
Gambar mirip dengan versi yang hitam, tetapi berbeda warna, baik warna uangnya maupun warna tanda tangannya. Perhatikan perbedaannya dengan teliti karena harga lebih murah sekitar 1/2 nya dari versi yang hitam.
7. Pecahan 100 Rupiah
Terdiri dari 2 bentuk yaitu yang tanpa nomor seri (lebih murah) dan yang bernomor seri (lebih mahal). Tetapi sampai saat ini masih terjadi kontroversi mengenai nomor serinya. Sebagian kolektor mengatakan bahwa uang ini sebenarnya tanpa nomor seri tetapi oleh orang2 tertentu sengaja di cetak sehingga mengakibatkan nilai jual menjadi lebih tinggi. Bagi para pemula diharapkan tidak tertipu dengan uang yang bernomor seri karena mungkin saja palsu, perhatikan tipe huruf dan angka pada nomor seri di bawah ini.
8. Pecahan 100 Rupiah Uncut
Terdiri dari 2 lembar pecahan 100 rupiah yang belum di potong. Dari semua pecahan ORI baru, pecahan 100 rupiah uncut inilah yang termurah, nilai jualnya sekitar Rp.350.000,-
Masa ORI ( Oeang Republik Indonesia )
Oeang Republik Indonesia atau ORI adalah mata uang pertama yang dimiliki Republik Indonesia setelah merdeka. Pemerintah memandang perlu untuk mengeluarkan uang sendiri yang tidak hanya berfungsi sebagai alat pembayaran yang sah tapi juga sebagai lambang utama negara merdeka.Presiden Soekarno menjadi tokoh yang paling sering tampil dalam desain uang kertas ORI dan uang kertas Seri ORI II yang terbit di Jogjakarta pada 1 Januari 1947, Seri ORI III di Jogjakarta pada 26 Juli 1947, Seri ORI Baru di Jogjakarta pada 17 Agustus 1949, dan Seri Republik Indonesia Serikat (RIS) di Jakarta pada 1 Januari 1950.
Meski masa peredaran ORI cukup singkat, namun ORI telah diterima di seluruh wilayah Republik Indonesia dan ikut menggelorakan semangat perlawanan terhadap penjajah. Pada Mei 1946, saat suasana di Jakarta genting, maka Pemerintah RI memutuskan untuk melanjutkan pencetakan ORI di daerah pedalaman, seperti di Jogjakarta, Surakarta dan Malang.
Masa Rupiah
Rupiah (Rp) adalah mata uang Indonesia ( kodenya adalah IDR ). Nama ini diambil dari mata uang India, Rupee. Sebelumnya di daerah yang disebut Indonesia sekarang menggunakan gulden Belanda dari tahun 1610 sampai tahun 1817, ketika gulden Hindia Belanda diperkenalkan.Nama rupiah pertama kali digunakan secara resmi dengan dikeluarkannya mata uang rupiah jaman pendudukan Dai Nippon pada Perang Dunia II. Setelah perang selesai, Bank Jawa, pelopor Bank Indonesia, mengeluarkan Rupiah. Sedangkan Tentara Sekutu mengeluarkan Gulden Nica.
Sementara itu di daerah-daerah lain di di daerah yang sekarang disebut Indonesia, banyak beredar uang yang bertalian dengan aktivitas gerilya.
Pada tanggal 2 November 1949 rupiah ditetapkan sebagai mata uang nasional. Di daerah kepulauan Riau dan Papua, kala itu masih digunakan mata uang lain. Baru pada tahun 1964 dan 1971 rupiah digunakan di sana.
Di daerah Timor Timur, saat masih bergabung dengan Republik Indonesia, rupiah digunakan dari tahun 1976 – 2001.
1. ORI 1 (Tahun 1945)
Resmi beredar pada 30 Oktober 1946. ORI tampil dalam bentuk uang kertas dengan 8 pecahan, yaitu bernominal 1 sen, 5 sen, 10 sen, 1/2 rupiah, 1 rupiah, 5 rupiah, 10 rupiah, 100 rupiah.ORI ditandatangani Menteri Keuangan saaat itu A.A Maramis. Pada hari itu juga dinyatakan bahwa uang Jepang dan uang Javasche Bank tidak berlaku lagi. ORI pertama dicetak Percetakan Canisius dengan desain sederhana dengan dua warna dan memakai pengaman serat halus.
1. Pecahan 1 Sen
Pecahan ini tidak memiliki nomor seri dan mempunyai dua variasi warna dasar yaitu violet dan hijau.
2. Pecahan 5 Sen
Pecahan ini juga tidak mempunyai nomor seri, dan terdiri dari 3 variasi yaitu:
1. Gambar banteng samar-samar dengan dasar warna violet
2. Gambar banteng samar-samar dengan tepi/bingkai berwarna biru kehitaman
3. Gambar banteng tajam
3. Pecahan 10 Sen
Seperti pecahan-pecahan sebelumnya, pecahan 10 sen ini juga tidak memiliki nomor seri. Terdapat sekitar dua variasi warna yaitu coklat dan hitam.
Untuk lebih jelas membedakan warnanya lebih mudah bila dilihat dari sisi belakang.
4. Pecahan 1/2 Rupiah
Pecahan ini dan seterusnya sudah memiliki nomor seri. Terdapat dua variasi warna dasar yaitu orange dan merah muda.
5. Pecahan 1 Rupiah
Semua pecahan ORI I mulai dari satu rupiah sampai dengan 100 rupiah di bagian depan bergambar presiden Sukarno. Pecahan 1 rupiah ini relatif mudah ditemukan dan tidak mempunyai nilai jual yang tinggi.
Beberapa variasi nomor seri yang ditemukan pada pecahan ini diantaranya adalah:
- Tanpa angka maupun huruf (kosong)
- Tanpa angka hanya 2 huruf besar
- 6 angka dengan satu huruf besar dan satu huruf kecil
- 6 angka dengan dua huruf besar
Mempunyai gambar yang sangat mirip dengan pecahan 5 rupiah ORI II, tetapi berbeda dalam tanda tangan dan peletakan nomor seri. Cukup sulit ditemukan dalam kondisi sempurna. Dan terdapat 2 variasi nomor seri yaitu 2 huruf besar dan 3 huruf.
7. Pecahan 10 Rupiah
Juga mempunyai gambar yang sangat mirip dengan pecahan 10 rupiah ORI II, perbedaan hanya pada tanda tangan. Pecahan ini memiliki setidaknya 6 variasi nomor seri dan semuanya terletak pada macam hurufnya.
8. Pecahan 100 Rupiah
Merupakan pecahan terbesar dari seri ORI I, bergambar presiden Sukarno dan keris di bagian depan serta angka 100 besar di bagain belakang. Pecahan ini mirip sekali dengan pecahan yang sama dari seri ORI II tetapi berbeda dalam tanggal percetakan dan tanda tangan. Pecahan 100 ini sangat sulit dicari yang berkondisi baik sehingga tidak heran harganya sangat tinggi.
2. ORI 2 (Tahun 1947)
ORI II hanya mempunyai 4 pecahan, yaitu 5, 10, 25 dan 100 rupiah.
Tiga diantaranya yaitu pecahan 5, 10 dan 100 rupiah mempunyai bentuk
yang sama dengan ORI I. Hanya pecahan 25 rupiah saja yang berbeda. Semua
pecahan bertanggal Djokjakarta 1 Djanuari 1947 dan ditandatangani oleh
Mr. Sjafruddin Prawiranegara.Uang-uang seri ini tidak mempunyai pengaman yang baik, hanya kualitas kertas dan rahasia pada kode kontrol nomor seri saja yang membedakan apakah uang ini asli atau palsu.
1. Pecahan 5 Rupiah
Pecahan ini relatif mudah ditemukan, dan berharga jual sangat
murah. Pecahan ini mempunyai beberapa variasi nomor seri, diantaranya
adalah :
1. 6 angka 2 huruf 4-2 mm2. 6 angka 2 huruf 4-4 mm
3. 6 angka 3 huruf 4-4-2 mm
2. Pecahan 10 Rupiah
Bentuk dan warnanya sangat mirip dengan ORI I sehingga sering keliru. Terdapat dua variasi nomor seri, yaitu :
1. 6 angka 3 huruf 4-4-2 mm
2. 6 angka 2 huruf 4-4 mm
3. Pecahan 25 Rupiah
Pecahan ini cukup sukar dicari terutama dalam kondisi bagusnya. Harga jualnya juga lumayan tinggi. Terdapat beberapa variasi nomor seri, diantaranya adalah:
1. 2 huruf tebal 5-2 mm
2. 2 huruf tebal 5-5 mm
3. 2 huruf serif 4-4 mm
4. Pecahan 100 Rupiah
Bandingkan pecahan ini dengan pecahan yang sama dari seri ORI I, mirip sekali bukan? Harga pecahan 100 rupiah yang berkondisi baik lumayan cukup tinggi. Pecahan 100 ini mempunyai variasi nomor seri sbb :
1. 2 huruf tebal 4-2 mm (lihat contoh pada gambar di bawah)
2. 2 huruf tebal 4-4 mm
3. 2 huruf serif 4-2 mm (lihat contoh pada gambar di bawah)
4. 2 huruf serif 4-4 mm
3. ORI 3 (Tahun 1947)
Seri ORI III terdiri dari 7 jenis pecahan dari yang terkecil yaitu 1/2 rupiah sampai dengan yang terbesar yaitu 250 rupiah. Bertanggal Djokjakarta 26 Djuli 1947 dan ditandatangani oleh Mr. A.A. Maramis. Pada seri ini jugalah terdapat salah satu pecahan terlangka dari semua seri ORI yaitu pecahan 100 rupiah Maramis. Pecahan ini hanya bisa dikalahkan oleh pecahan 600 rupiah pada seri ORI IV.1. Pecahan 1/2 Rupiah
Berwarna merah-orange di bagain depan dan coklat di bagian belakang. Terdapat versi palsunya yang umumnya berwarna hitam walaupun ada juga yang berwarna orange. Cukup sukar dibedakan apalagi oleh orang awam.
2. Pecahan 2,5 Rupiah
Berwarna ungu tua, bernilai jual sekitar 50-100 ribu rupiah perlembar. Juga terdapat versi palsunya yang berwarna merah dan coklat muda. Membedakannya selain dari warna juga perhatikan bentuk nomor serinya.
3. Pecahan 25 Rupiah
Pecahan ini mirip sekali dengan pecahan 25 rupiah seri ORI II, tetapi nomor serinya tercetak SDX 1 dan warnanya hijau. Banyak sekali ditemukan versi palsunya. Harga perlembar sekitar 50 ribu rupiah. Sukar dibedakan dengan aslinya apalagi bila tidak ada pembanding.
4. Pecahan 50 Rupiah
Cukup sulit ditemukan, dan bernilai jual cukup tinggi.
5. Pecahan 100 Rupiah
Sangat banyak ditemukan versi palsunya dan mungkin lebih banyak daripada aslinya.
6. Pecahan 100 Maramis
Disebut demikian karena bentuknya mirip sekali dengan pecahan 100 rupiah Hatta di seri ORI IV, tetapi berbeda tanda tangan. Selain itu perbedaan juga pada warna nomor seri dan tentu saja harganya. Pecahan ini adalah yang terlangka dan termahal nomor dua setelah pecahan 600 rupiah.
7. Pecahan 250 Rupiah
Pecahan ini adalah pecahan dengan nominal terbesar di seri ORI III dan cukup sulit ditemukan, apalagi dalam kondisi sempurna.
4. ORI 4 (Tahun 1948)
Seri ORI IV ini terdiri dari pecahan2 yang sangat ganjil
nominalnya, yaitu: 40 rupiah, 75 rupiah, 100 rupiah Hatta, 400 rupiah
dan masterpiece nya uang kertas Indonesia, salah satu uang kertas kita
yang terlangka sekaligus termahal yaitu 600 rupiah unissued. Semua ORI
IV bertanggal Jogjakarta 23 Agustus 1948 dan ditandatangani oleh Drs.
Mohammad Hatta. Pengaman yang digunakan adalah kode kontrol pada nomor
serinya.
1. Pecahan 40 Rupiah
Pecahan ini adalah pecahan yang terkecil dan termurah dari seri ini.
2. Pecahan 75 Rupiah
Sangat sulit ditemukan baik dalam kondisi biasa apalagi dalam
kondisi baik. Terdiri dari dua variasi nomor seri yaitu 5 angka dan 6
angka.
3. Pecahan 100 Rupiah (Hatta)
Bergambar sangat mirip dengan pecahan yang sama pada seri ORI III,
tetapi berbeda tanda tangan, warna nomor seri dan warna bagian belakang.
Perhatikan dan pelajari bedanya. Pengaman yang digunakan berupa kode
kontrol pada nomor serinya.
4. Pecahan 400 Rupiah
Merupakan pecahan yang paling banyak palsunya, sedemikian banyaknya
sampai sulit sekali menemukan yang asli. Rahasia untuk mengenal yang
asli terdiri dari dua cara. Pertama dengan pengamatan visual, bagi
seorang ahli dengan sekali pandang akan mengetahui mana yang asli dan
mana yang palsu. Cara kedua yang lebih akurat adalah dengan
memperhatikan nomor serinya. Untuk lengkapnya kode rahasia nomor seri
ORI dapat dibaca di:
http://www.google.co.uk/translate?u=http%3A%2F%2Fhome.planet.nl%2F%7Ehuism494%2Forigeheimecoderingen.html&langpair=nl%7Cen
Pada website tersebut dijelaskan secara gamblang kode rahasia pada
uang ORI, walaupun ada beberapa kekurangan tetapi website tersebut sudah
lebih dari mencukupi. Bagi para kolektor yang berminat mengoleksi seri
ORI wajib untuk membaca habis seluruh isi website tersebut. Buat
salinannya bila perlu dan bawa kemanapun kalian pergi sehingga mudah
bila ingin memeriksa keaslian uang kertas ORI.
Satu hal yang patut diperhatikan adalah: kenapa peneliti sekaligus
penulisnya adalah orang Belanda? Mengapa orang Indonesia sendiri tidak
ada yang melakukan penelitian seperti itu? Padahal uang yang diteliti
adalah uang negara kita sendiri.
5. Pecahan 600 RupiahPecahan ini ditemukan secara tidak sengaja dan terdiri dari satu lembar besar berisi 12 lembar uang ini dalam bentuk yang belum terpotong. Tercetak hanya pada satu sisi. Kemudian lembar besar tersebut dipotong2 menjadi 12 lembar dengan komposisi 6 lembar memiliki tepi (margin) yang bertulisan ENR dan 6 lembar tidak memiliki tepi. Karena hanya terdiri dari 12 lembar maka ORI 600 bernilai sangat mahal dan hampir tidak pernah beredar di pasaran. Pada lelang terakhir uang ini bernilai sekitar Rp. 35 juta rupiah perlembar. Karena langka dan mahal tentu saja banyak versi palsunya.
Pecahan ORI 600 rupiah tanpa margin
Pecahan ORI 600 rupiah dengan margin
5. ORI Baru (Tahun 1949)
Seri ORI Baru memiliki tingkat kesulitan sangat tinggi, semua
pecahannya sangat sukar didapatkan sehingga para kolektor, bahkan yang
senior sekalipun seringkali mengalami kesulitan untuk mendapatkan dan
melengkapi seri ini. Karena tingkat kesulitannya sangat tinggi maka
tidak heran harganya juga tinggi.
Seri ini terdiri dari pecahan2 bernilai kecil, dimulai dari 10 sen
(ada dua warna), 1/2 rupiah (juga ada dua warna), 1 rupiah, 10 rupiah
(dua variasi) dan 100 rupiah (ada variasi uncutnya). Semuanya bertanggal
Djokjakarta 17 Agustus 1949 dan ditandatangani oleh Mr. Loekman Hakim.
1. Pecahan 10 Sen Hijau
Walaupun nominalnya kecil, uang ini sangat sukar didapatkan. Harganyapun fantastis bila dibandingkan nilai atau kualitasnya.
2. Pecahan 10 Sen Merah
Juga sulit untuk didapatkan, nilainya sedikit dibawah pecahan 10 sen yang hijau.
3. Pecahan 1/2 Rupiah Hijau
Tingkat kesulitannya sangat tinggi, setara dengan pecahan2 kecil
lainnya. Harga perlembar kurang lebih sama dengan pecahan 10 sen hijau.
4. Pecahan 1/2 Rupiah Merah
Juga sangat sulit ditemukan, harga relatif sama dengan di atas. Keempat pecahan terkecil ini tidak mempunyai nomor seri.
5. Pecahan 1 Rupiah
Sangat sulit ditemukan dalam segala kondisi, harga perlembar sudah berkisar di 1/2 – 1 juta.
Versi Proof
Selain versi beredarnya yang mempunyai nomor seri, tenyata pecahan
ini juga mempunyai versi proofnya yang berbeda warna dan tidak mempunyai
nomor seri maupun tanda tangan. Versi ini sangat langka dan bernilai
tinggi sekali. Di lelang terakhir versi proof ini terjual seharga Rp.12,5 juta!!
6. Pecahan 10 Rupiah (Hitam)
Sangat sukar didapatkan bahkan untuk kondisi jeleknya sekalipun,
bernilai sangat tinggi bisa mencapai angka 1 sampai 4 juta rupiah
perlembarnya.
6. Pecahan 10 Rupiah (Coklat)Gambar mirip dengan versi yang hitam, tetapi berbeda warna, baik warna uangnya maupun warna tanda tangannya. Perhatikan perbedaannya dengan teliti karena harga lebih murah sekitar 1/2 nya dari versi yang hitam.
7. Pecahan 100 Rupiah
Terdiri dari 2 bentuk yaitu yang tanpa nomor seri (lebih murah) dan yang bernomor seri (lebih mahal). Tetapi sampai saat ini masih terjadi kontroversi mengenai nomor serinya. Sebagian kolektor mengatakan bahwa uang ini sebenarnya tanpa nomor seri tetapi oleh orang2 tertentu sengaja di cetak sehingga mengakibatkan nilai jual menjadi lebih tinggi. Bagi para pemula diharapkan tidak tertipu dengan uang yang bernomor seri karena mungkin saja palsu, perhatikan tipe huruf dan angka pada nomor seri di bawah ini.
Versi Proof
Selain versi biasanya, ternyata ditemukan juga veri proof yang
berwarna hitam, tentu saja versi ini memiliki nilai jual yang sangat
tinggi. Di lelang tahun 2008 versi ini terjual seharga 8 juta rupiah !
8. Pecahan 100 Rupiah Uncut
Terdiri dari 2 lembar pecahan 100 rupiah yang belum di potong. Dari semua pecahan ORI baru, pecahan 100 rupiah uncut inilah yang termurah, nilai jualnya sekitar Rp.350.000,-